Kerja Di Startup Santai – Bangun lebih siang dari pekerja pada umumnya, berangkat ke kantor ketika jalanan sudah sepi, menggunakan kaus dan celana pendek ke kantor, dan tidak perlu kaku terhadap birokrasi perusahaan-perusahaan pada umumnya, mungkin itu yang terlintas di pikiran kamu ketika mendengar tentang seseorang yang bekerja di startup. Hal itu tidaklah salah, tapi tidak seindah dan semudah seperti kedengarannya juga.
Belum lama ini, akun Facebook resmi Tech in Asia Indonesia mengunggah sebuah video tentang kehidupan pegawai startup teknologi di Cina, dan respons yang kami terima pun cukup beragam. Tapi ada sebuah komentar yang saya rasa cukup menarik untuk dibahas, yaitu mengenai pemahaman orang tentang bekerja di startup.
Jadi sebenarnya seperti apa sih kerja di startup pada umumnya? Tentunya berbeda-beda tergantung tim, peran dan pribadi masing-masing individu, serta banyak parameter lainnya. Tapi yang akan saya ceritakan di sini adalah pengalaman saya sendiri digabung dengan cerita dari kawan-kawan yang juga kerja di startup atau perusahaan sejenisnya.
Jam dan tempat kerja?
Ketika ada anggota keluarga atau kawan yang melihat saya bangun siang dan bekerja dari rumah atau kafe, banyak di antara mereka yang bingung dan tidak jarang juga menunjukkan rasa iri (tentunya bukan perasaan iri yang negatif) dibandingkan dengan gaya kerja mereka pada umumnya. Tapi di balik semua itu, bekerja di startup tidaklah seindah yang terdengar sepintas.
Saat ada yang bertanya tentang jam kerja, saya hanya menjawab, “dari bangun sampai tidur lagi.” Hal ini tidak melebih-lebihkan, tapi tidak seseram kedengarannya juga. Hal pertama yang saya cek ketika bangun adalah Facebook dan Slack, khawatir jika ada hal yang mendadak perlu ditangani, dan hal terakhir yang saya cek sebelum tidur adalah Facebook dan Slack juga.
Saat ada yang bertanya tentang jam kerja, saya hanya menjawab, “dari bangun sampai tidur lagi.” Hal ini tidak melebih-lebihkan, tapi tidak seseram kedengarannya juga. Hal pertama yang saya cek ketika bangun adalah Facebook dan Slack, khawatir jika ada hal yang mendadak perlu ditangani, dan hal terakhir yang saya cek sebelum tidur adalah Facebook dan Slack juga.
Meskipun begitu, di tengah-tengah bangun dan tidur itu, segalanya cukup fleksibel. Saya bisa saja izin sejam atau dua jam untuk mengurus paspor, membuat kartu ATM, pergi ke bengkel, atau hal-hal mendesak lainnya. Semuanya bebas dilakukan asalkan target harian tercapai dan tidak bentrok dengan hal penting seperti rapat, bertemu orang, atau mendatangi undangan untuk acara yang telah saya janji akan hadiri.
Semuanya hanyalah masalah tanggung jawab. Jika apa yang ditugaskan dan dijanjikan untuk selesai bisa tercapai, maka anggota tim kami tidak perlu pusing sampai membawa kerjaan ke dalam mimpi, walaupun hal tersebut bisa saja terjadi … tidak jarang malah.
Kebebasan ini juga terkadang membuat anggota tim harus bekerja di akhir pekan, sesuatu yang jika saya lakukan akan langsung membuat ibu saya geleng-geleng kepala. Bahkan tidak jarang juga saya perlu membawa laptop meskipun saya sudah merencanakan untuk pergi bersama teman atau keluarga.
Sampai sini, bekerja di startup jelas tidak terdengar lebih indah daripada bekerja di kantor yang memiliki batasan waktu kerja cukup jelas, yaitu (umumnya) dari pukul sembilan pagi sampai lima sore di hari Senin sampai Jumat. Tapi, bekerja di startup memiliki kelebihan yang tidak akan saya temukan di kantor biasa.
Sampai sini, bekerja di startup jelas tidak terdengar lebih indah daripada bekerja di kantor yang memiliki batasan waktu kerja cukup jelas, yaitu (umumnya) dari pukul sembilan pagi sampai lima sore di hari Senin sampai Jumat. Tapi, bekerja di startup memiliki kelebihan yang tidak akan saya temukan di kantor biasa.
Membuat hidup lebih bermakna
Sebelum masuk Tech in Asia, saya bekerja di industri kreatif yang tidak jauh-jauh dari video game juga. Satu dalam bentuk startup yang masih kecil, dan satu lagi berbentuk perusahaan multinasional raksasa yang memiliki aturan tidak kaku seperti korporat pada umumnya.
Membandingkan dari pengalaman pribadi dan cerita orang-orang terdekat, saya cukup bisa mengambil kesimpulan kenapa bekerja di startup lebih baik daripada di korporat pada umumnya, dan hal tersebut terletak pada kontribusi yang saya miliki.
Di sebuah startup, suara dari tiap anggota memiliki makna.
Ketika bekerja di perusahaan besar, saya hanyalah sebuah sekrup di mesin raksasa. Suatu objek yang membantu kerja mesin, tapi seandainya hilang pun pengaruhnya belum tentu signifikan. Hal ini membuat hari-hari terasa cukup membosankan, karena sebagai sekrup saya hanya perlu datang, bekerja, pulang, dan mengulangi itu semua setiap hari.
Di sebuah startup, suara dari tiap anggota memiliki makna. Kamu bisa saja baru bergabung kurang dari sebulan, tapi segala komentar dan feedback yang kamu berikan, baik untuk produk yang dibuat ataupun kultur kerja, memiliki pengaruh penting.
Setiap anggota dalam sebuah startup adalah penting. Bukan seperti sekrup dalam sebuah mesin, tapi seperti sebuah roda gerigi di mesin tersebut. Hilang satu, maka pengaruhnya akan jauh lebih signifikan kepada keseluruhan performa mesin.
Mau lebih spesifik? Cek bagaimana seorang jurnalis media game bekerja di sini!
Hal ini menjadi semakin bermakna ketika produk atau jasa yang startup tersebut kerjakan memiliki dampak positif terhadap kehidupan manusia. Bagi beberapa orang, fakta bahwa apa yang kita kerjakan memiliki dampak nyata dan langsung terasa jelas merupakan kenikmatan tersendiri, meskipun waktu dan tenaga yang besar harus menjadi korbannya.
Tidak terbatas untuk pendiri
Wirausahawan adalah orang yang rela bekerja delapan puluh jam seminggu agar tidak perlu bekerja empat puluh jam seminggu.
Tidak terbatas untuk pendiri
Wirausahawan adalah orang yang rela bekerja delapan puluh jam seminggu agar tidak perlu bekerja empat puluh jam seminggu.
Kata-kata dari Lori Greiner di atas mungkin sudah cukup populer muncul di topik-topik yang berhubungan dengan membangun startup. Namun, jarang ada yang membahas bahwa hal tersebut tidak hanya berlaku untuk pendiri startup saja, tapi juga untuk anggota timnya.
Baca Juga : Memulai Startup Digital untuk Ubah Dunia
Ketika tempat kamu bekerja mampu membuatmu merasa spesial, memberikan kontribusi positif ke banyak orang, dan tidak memperlakukan anggota timnya seperti sebuah objek yang mudah tergantikan, perasaan tersebut bisa lahir dengan sendiri di kepala anggota tim. Dan jika perasaan tersebut cukup kuat, tidak menutup kemungkinan anggota tim yang bukan bagian dari pendiri pun mampu memberikan kontribusi sebesar bekerja delapan puluh jam seminggu itu.
Membagi waktu antara bekerja, keluarga, dan rekreasi jelas merupakan hal yang sangat penting. Tapi jika kamu ingin bekerja di startup, hilangkanlah pola pikir soal keseimbangan “Work vs. Life”, dan coba mulai gunakan pola pikir “Work + Life.” Karena jika bekerja sudah menjadi bagian dari hidup, apa yang kamu kerjakan tidak akan lagi menjadi beban dan malah bisa jadi kenikmatan tersendiri.
Setelah membaca ini, apakah kamu masih tertarik untuk bekerja di startup?
Post A Comment:
0 comments: