Strategi Startup untuk Kemajuan – Pemain basket pasti tidak akan asing dengan istilah pivot. Di dalam olahraga basket, pivot berarti mengubah arah dengan tetap berpijak pada salah satu kaki.
Nah, istilah pivot ini juga berlaku dalam dunia startup. Jika dalam basket kamu harus merubah gerakan saat berlawanan dengan lawan, di dunia startup kamu harus mengubah strategi bisnis namun tetap mempertahankan visi bisnis itu sendiri.
Wah, apakah harus seperti itu? Model bisnis kan sudah dipikirkan jauh hari. Tidak mungkin segampang itu diubah!
Mungkin sebagian di antara kamu akan berpikir seperti itu, tapi beberapa perusahaan teknologi raksasa terbukti berhasil melakukan pivot hingga akhirnya model bisnis barunya lebih terkenal dan banyak digunakan.
Sebagai contoh, kamu tahu Instagram, bukan? Siapa sangka kalau media sosial yang banyak digunakan ini merupakan hasil dari pivot. Dulunya, Kevin Systrom dan Mike Krieger sebagai Co-Founder Instagram memiliki produk yang dinamakan Burbn. Nenek moyang Instagram ini menghadirkan fitur yang begitu banyak, mulai dari berbagi foto hingga check in lokasi.
Namun, Burbn gagal karena fiturnya yang tidak fokus dan terlalu banyak. Sehingga, mereka memilih untuk melakukan zoom in pivot dengan berbagai pertimbangan. Bagi yang belum tahu, zoom in pivot merupakan salah satu metode pivot yang berfokus pada sedikit produk dan memilih mempertahankan fitur yang banyak digunakan oleh penggunanya.
Hasil dari zoom in pivot ini adalah sebuah produk yang kini kamu kenal dengan Instagram. Hasil dari pivot mereka terbukti dapat memberikan kualitas yang lebih baik dan meningkatkan penghasilan. Kini, Instagram memiliki 400 juta pengguna aktif bulanan dan 75 juta pengguna aktif harian.
Melakukan pivot bukanlah sesuatu yang memalukan bagi bisnis. Pivot justru mampu menyelamatkan bisnis kamu agar dapat beradaptasi dengan pasar dan menyelamatkan orang-orang di dalamnya.
Ada banyak elemen yang dapat disesusaikan oleh startup ketika melakukan pivot, seperti teknologi di dalamnya, target pengguna, bentuk produk, hingga ide dasar. Lalu, kondisi seperti apa saja yang dialami oleh startup sehingga harus melakukan pivot?
Memerlukan waktu yang lama untuk mengedukasi pasar
Menjadi penggerak pertama dalam segmen bisnis tertentu seperti Airbnb bisa menjadi peluang yang baik. Namun, bukanlah sesuatu yang salah juga apabila bisnis kamu menerapkan metode ATM (amati, tiru, modifikasi) seperti PicMix yang mencoba melengkapi apa yang tidak dimiliki oleh Instagram.
Kapan harus pivot?
Jika yang kamu hadapi malah terus bersusah payah menciptakan pasar dan mengedukasi pengguna, mungkin apa yang kamu lakukan masih terlalu dini. Menciptakan pasar dan mengedukasi pengguna merupakan proses yang panjang, selain juga memakan waktu dan sumber daya. Mungkin sudah waktunya bagi kamu untuk memikirkan pivot.
Kejadian ini mirip dengan apa yang dialami oleh Fitinline. Mereka sempat menjadi platform e-learning di ranah fashion. Namun mengingat sebagian besar penjahit belum melek teknologi, mereka pivot menjadi model bisnis B2B yang menghubungkan vendor pembuat pakaian dengan konsumen yang ingin membuat seragam dalam jumlah besar.
Terlalu mencintai produk dan tak mendengarkan pengguna
Pernah, dalam suatu talk show di Bandung, seorang pembicara mengatakan betapa penting seorang CEO untuk mendengarkan pendapat penggunanya, terutama ketika melakukan user testing. Namun, kebanyakan CEO terlalu dibutakan oleh rasa cintanya terhadap produk yang sudah ia buat. Mereka tetap melanjutkan pengembangan meskipun pengguna tidak menyukainya.
Berhati-hatilah supaya tidak menjadi tuli dan keras kepala. Dua sifat ini hanya akan membawa startup kamu menghembuskan napas terakhirnya. Sebaiknya, apabila pengguna tidak menemukan nilai dalam produk kamu, lakukanlah pivot.
Banyak investor memberikan feedback buruk
Ketika kamu pertama kali melakukan evaluasi produk kepada investor, kemudian feedback yang datang kepada kamu negatif, jangan langsung mengambil keputusan untuk pivot.
Baca Juga : Startup Bakar Duit dan Bisnis Sungguhan
Kamu dapat melakukan pivot apabila sudah melakukan analisis pasar dan terbukti hasilnya hanya memberikan pangsa pasar yang kecil saja. Ditambah lagi, apabila semakin hari hanya feedback buruk (bukan penolakan) yang kamu dapatkan dari investor, pada saat itulah sebaiknya kamu berpikir untuk melakukan pivot.
Sebagai gambaran, kamu dapat membaca perjalanan Ryan, sebagai Founder Sribu, yang ditolak tiga puluh investor sebelum akhirnya berhasil.
Sebagai gambaran, kamu dapat membaca perjalanan Ryan, sebagai Founder Sribu, yang ditolak tiga puluh investor sebelum akhirnya berhasil.
Tidak terarah pada satu pangsa pasar
Apabila produk yang kamu kembangkan dapat menjangkau berbagai kalangan sekaligus, sepintas hal ini terdengar sangat baik. Namun, justru hal inilah yang perlu kamu perhatikan.
Kebanyakan founder startup pemula sering menghabiskan sumber dayanya untuk mengembangkan produk yang lebih besar dari seharusnya. Layaknya Burbn, hal ini akan membuat penggunannya kebingungan karena mereka pasti akan menemukan beberapa fitur yang tidak cocok dengan mereka.
Contoh suksesnya adalah Nintendo yang pada awalnya merupakan perusahaan yang bergerak di segala bidang, mulai dari permainan kartu, pengisap debu, taksi, hingga nasi instan. Pada tahun 1966, mereka mulai menggarap video game dan kamu dapat melihat kesuksesannya hingga saat ini.
Mengambil strategi pivot berarti kamu menginginkan hasil yang lebih baik dari sebelumnya. Oleh karena itu, lakukan analisis mendalam terhadap startup kamu sebelum mengambil langkah ini. Dengan begitu, pivot yang kamu lakukan nanti memiliki efek yang besar dan efisien.
Perubahan yang memengaruhi bisnis akan selalu terjadi seiring dengan kondisi pasar. Founder startup tidak boleh lengah dan harus senantiasa peka terhadap inovasi yang ada di pasar atau yang dilakukan oleh kompetitor. Jangan sampai kompetitor kamu berada di puncak gunung terlebih dahulu.
Post A Comment:
0 comments: